
Dari semua game WRPG yang pernah dihadirkan di industri game, nama besar Diablo memang telah tumbuh, tidak hanya sebagai salah satu franchise terbesar yang hidup di dalamnya, tetapi sebuah monumen ikon dengan kualitas yang tidak tergantikan. Kemampuan Blizzard untuk meramu kedua seri pertamanya dengan jalinan plot dan mekanisme gameplay yang terhitung jempolan telah mengangkat popularitas franchise ini. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak gamer yang dengan sabar menunggu kehadiran seri ketiganya yang memakan waktu pengembangan hingga lebih dari 10 tahun. Ada banyak ekspektasi dan harapan yang dihadirkan di sana. Namun nyatanya, Blizzard mengambil sebuah langkah ekstrim untuk mendefinisikan Diablo III: sebuah perubahan identitas yang “berani”.
Kesan pertama yang dihadirkan memang sedikit absurd, mengingat bagaimana Blizzard mengubah berbagai elemen dasar di masa lalu yang membuat franchise ini dicintai. Di sisi lain, mereka juga tidak menghadirkan kualitas grafis memesona yang patut menjadi standar gaming saat ini. Pertanyaannya kini, apakah game ini mampu merepresentasikan sebuah kualitas game yang dibangun selama 10 tahun? Apa yang sebenarnya ditawarkan Blizzard untuk seri ketiga ini? Apakah pecinta Diablo di masa lalu akan dapat menikmati perubahan identitas ini? Apa itu “single-player MMO”? Kami akan berusaha menjabarkannya lewat artikel review ini.
Plot

Leah
menjadi fokus dari semua misteri di Diablo III? Siapakah sosok wanita
muda yang satu ini? Apa hubungannya dengan para iblis dari neraka?

Kehadiran
"The Stranger" yang jatuh dari angkasa ini juga akan berkaitan erat
dengan eksistensi manusia di masa depan. Siapakah dirinya?
Bersamaan dengan quest mencari kebenaran ini, sebuah sinar terang jatuh dari langit dan menghantam dunia manusia yang nyaman. Sesosok pria tanpa ingatan jatuh bersamanya, mengemban sebuah misi suci yang akan menentukan eksistensi manusia di masa depan. Siapakah sosok yang satu ini? Sementara di sisi lain, Leah mulai perlahan menemukan jawaban atas berbagai misteri yang menyelimuti kehidupannya selama ini. Ia tumbuh dan berkembang menjadi NPC yang menjadi fokus utama cerita dan berhubungan erat dengan eksistensi Diablo selama ini. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa para iblis lebih memilih “diam” ketika Worldstone hancur? Apakah peran Leah dalam semua kekacauan ini? Anda tentu harus memainkan game ini untuk mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan ini.
Sensasi Single-Player MMO?
Menggabungkan “Single-Player” dan “Massively Multiplayer Online” dalam satu kata tentu saja adalah sebuah paradox tanpa penyelesaian. Keduanya mengambil dua arah mekanisme gameplay yang bertolak-belakang satu sama lain dan menawarkan sebuah sensasi permainan yang berbeda. Single Player berfokus pada pengalaman bermain dan kenikmatan diri sendiri, sementara MMO adalah sebuah genre yang didesain untuk dimainkan bersama-sama dengan orang lain. Percaya atau tidak, sensasi inilah yang akan Anda dapatkan ketika memainkan Diablo III ini. Di satu sisi, Anda akan terlibat dalam sebuah petualangan dengan cerita layaknya sebuah game adventure single player, namun di sisi lain, Anda akan merasakan pentingnya kehadiran karakter lain di dalam permainan dan disuguhi dengan beragam elemen yang kental dengan sebuah game MMO. Anda bingung? Kami akan menjabarkannya untuk memberikan sedikit gambaran.
Tidak
ada perubahan mendasar dari mekanisme gameplay Diablo III secara umum.
Ia masih hadir sebagai sebuah game action RPG dengan sudut pandang
kamera isometrik. Anda juga tetap dapat memilih 1 dari 5 job yang
tersedia. Setiap job memiliki keunikan gerakan dan statusnya
masing-masing.
Selain sebagai sarana yang mumpuni untuk mencegah pembajakan, keputusan Blizzard untuk membuat Diablo III harus terkoneksi pada Battle.net memberikan konsekuensi lain yang menghasilkan kesan MMO yang kental. Dengan empat tingkat kesulitan yang ditawarkan: Normal, Nightmare, Hell, dan Inferno, Blizzard menawarkan sebuah jenjang permainan yang akan “memaksa” Anda untuk bermain bersama player Diablo III lainnya di seluruh dunia. Anda mungkin dapat menyelesaikan game dalam kesulitan normal, namun tingkat kesulitan lainnya? Anda benar-benar butuh melakukan party dengan gamer yang lain. Di sisi inilah, konsep MMO mulai mengambil peran yang besar.

Anda memang dapat menikmati game ini secara single-player, namun bukan ini yang akan menjadi inti utama dari Diablo III

Berbeda
dengan dua seri sebelumnya, Anda baru dapat merasakan sensasi Diablo
III secara maksimal ketika melakukan party bersama gamer lain yang
tersebar di seluruh dunia.
Sensasi MMO tidak hanya dihadirkan dari sistem party ini. Berbagai elemen baru yang dihadirkan oleh Blizzard di seri ketiga ini juga semakin menguatkan kesan tersebut. Anda kini juga diberikan kesempatan untuk melakukan crafting untuk menciptakan equipment yang lebih kuat, baik untuk Anda gunakan atau sebagai item trade dengan user yang lain. Pada akhirnya, Anda akan disuguhkan dengan fitur Auction House, sebuah media lelang yang memungkinkan user untuk menawar, membeli, dan menjual equipment-equipment mereka yang paling berharga, tidak hanya dalam Gold tetapi juga dalam uang nyata. Sayangnya, saat review ini ditulis, Blizzard masih belum menyertakan sistem uang nyata untuk Auction House ini. Auction House tentu saja menjadi alasan utama dari replayability Diablo III. Secara tidak sadar, Anda akan terus memainkan game ini bahkan hingga tingkat kesulitan Inferno sekalipun dengan satu quest: mencari loot yang terbaik. Tipikal sebuah game MMO bukan?

Sistem
Auction House menjadi salah satu keunggulan Diablo 3, dimana Anda bisa
melelang equipment langka yang Anda dapatkan baik dalam bentuk gold
maupun uang nyata.

Konsekuensinya?
Mengikuti gaya MMO, daripada menikmati petualangan yang ada, prioritas
gaming Anda akan berubah mencari loot terbaik yang mungkin dapat dijual
di masa depan
Blizzard sendiri memang sedang bersiap untuk menghadirkan lebih banyak fitur menjanjikan di masa depan untuk memperkuat kesan Diablo III saat ini, salah satunya adalah PvP yang akan memungkinkan para karakter untuk saling bertarung satu sama lain. Sayangnya, fitur ini sendiri masih belum dapat diakses ketika review ini ditulis. Namun jika PvP menjadi sebuah kenyataan, bukankah ini menjadi alasan ekstra bagi gamer untuk terus memainkan Diablo III hanya untuk mencari loot equipment yang lebih baik? Blizzard telah mengubah identitas sebuah franchise Diablo dengan seri ketiga ini. Tidak berlebihan rasanya jika kami mengkategorikannya sebagai game “Single Player – MMO”, terlepas dari paradox yang mungkin ia hasilkan.
Selamat Tinggal Attribute dan Skill Points!
Apakah Anda pernah berkeinginan untuk menciptakan sesosok wizard dengan health super besar dan mampu mengalahkan musuh dengan hanya pukulan tangan kosong? Atau seorang Barbarian dengan tingkat evasion yang tinggi dan hampir mustahil untuk mendapatkan damage dari serangan biasa? Di seri Diablo sebelumnya, Anda diberi kebebasan untuk mendistribusikan skill dan attribute points yang didapatkan setiap kali naik level, sehingga hal ini dimungkinkan. Berharap untuk melakukan hal yang sama di Diablo III? Tinggal sebuah mimpi. Tidak tanggung-tanggung, Blizzard menghapus kedua sistem yang menjadi akar dari Diablo di masa lalu ini, hingga tidak bersisa.Seolah untuk “menyederhanakan” sistem yang sudah ada, karakter Anda akan mendapatkan distribusi points secara otomatis setiap kali naik level. Tidak ada lagi keunikan dan kebebasan untuk menciptakan karakter Anda sendiri seperti di masa lalu. Sebagai contoh, semua Demon Hunter yang berada di belahan dunia manapun akan memiliki status yang sama jika mereka memiliki level yang sama, tanpa equipment sama sekali. Oleh karena itu, perbedaan kemampuan setiap karakter HANYA bergantung pada kualitas equipment yang ia kenakan.

Point
akan secara otomatis terdistribusi pada status karakter Anda setiap
kali naik level. Diablo III tidak lagi memberikan kebebasan bagi Anda
untuk menciptakan karakter yang Anda inginkan

Begitu
juga dengan skill. Anda kini akan dihadapkan pada kategori skill yang
akan terbuka secara otomatis seiring dengan meningkatnya level. Setiap
skill akan memiliki rune tersendiri untuk memunculkan efek serangan yang
unik
Jika tidak lagi menghadirkan skill dan attribute points, lantas apa yang ditawarkan oleh Blizzard untuk sistem pertarungan yang ada? Seperti halnya sebuah game MMO, jalannya pertempuran akan sangat bergantung pada seberapa baik Anda menggunakan skill dan rune yang ada. Anda akan secara aktif menekan tombol skill yang dibagi menjadi empat kategori utama. Semakin efektif Anda menggunakan skill yang ada dan mengkombinasikannya satu sama lain, maka semakin besar pula kemungkinan Anda untuk menyelesaikan setiap tantangan yang ada. Jari-jari akan secara aktif menekan tombol skill secara bergantian, seperti game-game MMORPG saat ini. Selain efektivitas penggunaan skill, keberlangsungan hidup Anda juga akan sangat bergantung pada equipment yang Anda gunakan.
Anggap Saja Normal Mode sebagai Tutorial Mode!
Dari semua tingkat kesulitan yang ditawarkan di Diablo III, Normal Mode sebagai tingkat kesulitan terendah boleh terbilang tak ubahnya sebuah mode tutorial untuk membiasakan Anda dengan tampilan dan mekanisme yang ditawarkan Blizzard di seri terbaru ini. Hampir tidak ada tantangan yang akan Anda rasakan di game ini, semua musuh dapat dikalahkan dengan mudah, sebanyak apapun. Oleh karena itu, ia menjadi kesempatan terbaik untuk menjelajahi dunia dan memahami plot yang dihadirkan di Diablo III ini. Para champion pack yang dihadirkan di sini juga bukan tantangan yang harus ditakuti, bahkan sang boss terakhir – Diablo sendiri.
Bukan
perkara yang sulit untuk menyelesaikan Normal Mode. Oleh karena itu,
tidak berlebihan rasanya jika melihat mode ini sebagai tak ubahnya
sebuah mode tutorial. Tantangan sebenarnya baru akan dimulai ketika Anda
mulai masuk ke tingkat kesulitan yang lebih tinggi.
Bagaimana dengan Probabilitas Versi Bajakan?

Mungkinkah
memainkan game ini dalam versi bajakan suatu saat di masa depan?
Mungkin saja, namun akan melewati proses peretasan yang sulit
Seperti yang kita tahu, para peretas selalu punya cara untuk menghadirkan sebuah game bajakan, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa Diablo III juga akan mampu dibobol suatu saat. Namun dalam waktu dekat ini? Hampir tidak mungkin. Mengapa? Bukankah Starcraft II dengan sistem yang sama dapat dibajak single playernya? Diablo III tampaknya harus diposisikan sebagai kasus khusus. Rumor yang berkembang menyatakan bahwa konektivitas ke Battle.net tidak hanya didesain untuk memunculkan fitur party, Auction House, atau re-balancing lewat update dan patch di Diablo III, tetapi untuk membangun dunia itu sendiri. Ada dugaan yang kuat bahwa data-data NPC, map, musuh, dan probabilitas drop loot semuanya diatur oleh server Battle.net secara langsung. Kami sempat merasakan hal ini secara langsung. Ketika koneksi internet turun secara drastis saat kami memainkan Diablo III, permainan tetap berjalan seperti biasa, namun map tidak ter-load dan ruang gerak Anda menjadi sangat terbatas. Dunia Sanctuary menjadi sunyi secara tiba-tiba.
Satu-satunya cara untuk menikmati Diablo III dengan bajakan adalah menunggu hingga ada gamer di luar sana yang secara sukarela melakukan emulasi dan membuka server tidak resmi untuk game yang satu ini, seperti yang sempat dilakukan untuk World of Warcraft. Apakah hal ini dipastikan akan menyelesaikan masalah? Apakah akan terjadi di masa depan? Tidak ada yang dapat memberikan jawaban yang absolut. Sementara ini, Anda hanya bisa memainkan Diablo III dari versi originalnya.
Kesimpulan
Lantas apa yang bisa disimpulkan dari Diablo III? Sebagai seorang gamer yang begitu menikmati kedua seri sebelumnya dan dengan sabar menunggu kehadiran seri ketiga ini, ada dilema yang menyertai pengalaman memainkan Diablo III ini. Di satu sisi ada rasa lega dan puas karena akhirnya dapat memainkan game ini secara langsung. Perubahan mekanisme gameplay yang diusung Blizzard memang terasa cukup absurd di awal-awal permainan, namun menjadi jauh lebih dinikmati seiring dengan berjalannya waktu permainan. Semua pengalaman ini tampil semakin maksimal ketika mulai menginjak tingkat kesulitan tinggi yang menuntut Anda untuk melakukan party dengan gamer lain di seluruh dunia. Bekerja sama, berinteraksi, dan beragam fitur khas MMO membuat replayability game ini begitu tinggi.Di sisi yang lain, ada kekecewaan yang begitu mendalam melihat betapa “dangkal”nya sebuah franchise Diablo tampil di seri ketiga ini. Pertanyaan pertama yang sempat menghampiri saya pribadi, “Game seperti ini butuh lebih dari 10 tahun untuk dikembangkan? Apa yang sebenarnya dilakukan Blizzard selama 10 tahun ini?”. Hampir tidak ada keistimewaan yang merepresentasikan proses pengembangan yang begitu lama. Kualitas grafis yang tidak memesona untuk standar saat ini, fitur-fitur MMO yang mulai bergerak menjadi sesuatu yang mainstream, plot yang klise, perubahan gameplay yang lebih berfokus pada loot, dan waktu gaming yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Apa yang mereka lakukan selama 10 tahun ini selain mengembangkan sebuah sistem Auction House dan PvP yang bahkan belum berjalan sempurna? Ini tentu menjadi sebuah misteri.
Pantas atau tidakkah Diablo III untuk dimainkan? Saya pribadi merekomendasikannya. Di balik semua kekurangan dan kedangkalan yang dimilikinya dibandingkan kedua seri sebelumnya, Diablo III adalah sebuah game yang tetap menyenangkan untuk dimainkan dan adiktif. Flow pertarungan yang cepat dengan fokus pada penggunaan skill yang strategis akan membuat adrenalin Anda secara konstan mengalir, apalagi ketika menginjak tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Di samping itu, ia masih mengandung segudang potensi dan masih memungkinkan untuk disempurnakan oleh Blizzard di masa depan.
Kelebihan
- Cut-scene yang memesona
- Flow pertarungan yang berjalan lebih cepat
- Fokus pertarungan pada strategi penggunaan skill
- Interface melakukan party di public games yang mudah
- Tingkat kesulitan bertingkat
- Tingkat replayability yang tinggi
Kekurangan

Masih
terdapat beberapa bug di dalam permainan. Seperti yang Anda dapat lihat
di gif di atas, HP sang musuh sama sekali tidak berkurang walaupun
sudah diserang dengan skill. Saya akhirnya menyerah, keluar, dan memulai
permainan kembali dari checkpoint terakhir.
- Kesan MMO yang terlalu kental
- Hilangnya sistem attribute dan skill points
- Plot yang klise
- Kualitas grafis yang terlalu biasa
- Mekanisme gameplay “dangkal” yang terlalu berfokus pada loot
- Waktu permainan yang terlalu singkat
- Beberapa bug yang cukup mengganggu
Tidak cocok untuk gamer: yang memiliki koneksi internet lemot, yang mengekspektasikan sensasi Diablo yang lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar